Translate

Kamis, 01 November 2012

Kegiatan murid-murid yang sedang merawat atau membersihkan , yang dijalankan oleh cabang pengembangan diri/Extra kulikuler PECINTA LINGKUNGAN HIDUP (PLH)
Kegiatan ini sudah mendapat bnyak prestasi , diantaranya sertifikat ADIWIATA tingkat NASIONAL.

MY FAMILY

          











Nama saya Billy Gusti Hendri , saya berumur 15 tahun . Saya anak dari pasangan Yuben Hendri dan Dra.Kasmini , saya memiliki hobi bermain basket dan hal-hal yang unik . Saya ada tiga bersaudara dan saya anak yang paling kecil , yang paling tua bernama Bayu Gusti Hendri (Kakak laki-laki) Yang kedua adalah Sonia Widya hendri (Kakak perempuan) .
           Dari hobby saya bermain basket , saya memiliki suatu kebanggaan yaitu sudah memiliki banyak prestasi baik ditingkat kecamatan dan kabupaten . Ditingkat provinsipun saya sudah bisa bersaing .
           Ayah saya bekerja di pabrik PT.ANDALAS yang terletak di logas tanah darat , ibu saya bekerja sebagai PNS guru akuntansi di SMKN2 TELUK KUANTAN
           Kakak laki-laki saya juga hobby bermain basket , dan juga mempunyai prestasi . namun dia pernah berhenti dikarenakan tidak lulus sleksi POPDA . Namun saat kuliah dia kembali bermain basket dan sekarang masuk TIMNAS FISIP (DI UNDRI) .
           Kakak perempuan saya tidak mempunyai banyak hobby , namun dia hanya mengikuti extra kulikuler Badminton disekolahnya .


                                 SEKIAN TENTANG SAYA DAN KELUARGA SAYA...
                                                            TERIMA KASIH (DAN MAAF FOTONYA TAK LENGKAP) ~_~
          

Pacu Jalur di Kuantan Singingi

Pacu Jalur adalah salah satu Even Wisata Kebanggaan Provinsi Riau, khususnya Kabupaten Kuantan Singingi. Ada yang mengatakan Pacu Jalur ini sama dengan dengan Even Wisata Dayung Perahu Naga. Itu salah besar. Kalau miriup mungkin iya. Karena Pacu Jalur mempunyai keunikan tersendiri. Dimulai dari mencari pohon besar untuk perahu, pembuatannya sampai kegelanggang pacu. Inilah daya tarik even wisata tradisional yang mendunia. Setiap even Pacu Jalur ini dihelat ada saja peserta dari luar negeri yang turut serta. Berikut ini paparan tentang Pacu Jalur, dimulai dari asal usul, pembuatan sampai ke tata cara perlombaanya.

Asal Usul dan Perkembangan

Kuantan Singingi adalah sebuah daerah yang secara administratif termasuk dalam Provinsi Riau. Daerahnya banyak memiliki sungai. Kondisi geografis yang demikian, pada gilirannya membuat sebagian besar masyarakatnya memerlukan jalur1 sebagai alat transportasi Kemudian, muncul jalur-jalur yang diberi ukiran indah, seperti ukiran kepala ular, buaya, atau harimau, baik di bagian lambung maupun selembayung-nya. Selain itu, ditambah lagi dengan perlengkapan payung, tali-temali, selendang, tiang tengah (gulang-gulang) serta lambai-lambai (tempat juru mudi berdiri). Perubahan tersebut sekaligus menandai perkembangan fungsi jalur menjadi tidak sekadar alat angkut, namun juga menunjukkan identitas sosial. Sebab, hanya penguasa wilayah, bangsawan, dan datuk-datuk saja yang mengendarai jalur berhias itu. Perkembangan selanjutnya (kurang lebih 100 tahun kemudian), jalur tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi dan simbol status sosial seseorang, tetapi diadu kecepatannya melalui sebuah lomba. Dan, lomba itu oleh masyarakat stempat disebut sebagai “Pacu Jajur”.

Pada awalnya pacu jalur diselenggarakan di kampung-kampung di sepanjang Sungai Kuantan untuk memperingati hari besar Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Idul Fitri, atau Tahun Baru 1 Muharam. Ketika itu setiap perlombaan tidak selalu diikuti dengan pemberian hadiah. Artinya, ada kampung yang menyediakan hadiah dan ada yang tidak menyediakannya. Lomba yang tidak menyediakan hadiah diakhiri dengan acara makan bersama. Adapun jenis makanannya adalah makanan tradisional setempat, seperti: konji, godok, lopek, paniaran, lida kambing, dan buah golek. Sedangkan, lomba yang berhadiah, penyelenggara mesti menyediakan empat buah marewa2 yang ukurannya berbeda-beda. Juara I memperoleh ukuran yang besar dan juara IV memperoleh ukuran yang paling kecil. Namun, dewasa ini hadiah tidak lagi berupa marewa tetapi berupa hewan ternak (sapi, kerbau, atau kambing).

Ketika Belanda mulai memasuki daerah Riau (sekitar tahun 1905), tepatnya di kawasan yang sekarang menjadi Kota Teluk Kuantan, mereka memanfaatkan pacu jalur dalam merayakan hari ulang tahun Ratu Wilhelmina yang jatuh pada setiap tanggal 31 Agustus. Akibatnya, pacu jalur tidak lagi dirayakan pada hari-hari raya umat Islam. Penduduk Teluk Kuantan malah menganggap setiap perayaan HUT Ratu Wilhelmina itu sebagai datangnya tahun baru. Oleh karena itu, sampai saat ini masih ada yang menyebut kegiatan pacu jalur sebagai pacu tambaru. Kegiatan pacu jalur sempat terhenti di zaman Jepang. Namun, pada masa kemerdekaan pacu jalur diadakan kembali secara rutin untuk memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia (17- Agustusan).

Kamis, 04 Oktober 2012